Arti Muhammadiyah
Arti Bahasa (Etimologis), Muhamadiyah berasal dari
kata bahasa Arab "Muhamadiyah", yaitu nama nabi dan rasul Allah yang
terkhir. Kemudian mendapatkan "ya" nisbiyah, yang artinya menjeniskan. Jadi, Muhamadiyah
berarti "umat Muhammad saw." atau "pengikut Muhammad
saw.", yaitu semua orang
Islam yang mengakui dan meyakini bahwa Nabi
Muhammad saw. adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.
Arti Istilah
(Terminologi) Secara istilah, Muhamadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar,
berakidah Islam dan bersumber pada Alquran dan sunah, didirikan oleh
K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Zulhijah 1330 H, bertepatan 18 November
1912 Miladiyah di kota Yogyakarta.
Gerakan ini diberi nama
Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud untuk berpengharapan baik, dapat mencontoh dan
meneladani jejak perjuangan Rasulullah saw. dalam rangka menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam, semata-mata demi terwujudnya 'Izzul
Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup
umat Islam sebagai realita.
Maksud dan Tujuan
Muhammadiyah
Dalam AD-ART bab II pasal
3, dinyatakan bahwa tujuan didirikan
Muhammadiyah adalah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang
diridhoi Allah SWT, dalam usahanya untuk memurnikan pengamalan
ajaran Islam (purifikasi) dan sekaligus mengangkat kehidupan umat.
Muhammadiyah berani menerapkan sistem sekolah agama modern yang
menerapkan metode rasional dan lebih menekankan pada pemahaman dan
penalaran ketimbang hafalan. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem
pengajaran yang berkembang pada masa didirikannya organisasi ini
(Lapidus, 1989:76). Muhammadiyah sering dikatakan hanya melakukan
adopsi pendidikan Barat tanpa mengkaji "secara serius aspek filsafat
pendidikan yang mendasarinya." Padahal pendidikan Barat yang
diterapkan Belanda tidak dapat dipisahkan dari kegiatan misionaris
(Steenbrink, 1995:22-23), atau lebih mendasarkan pada nilai
pragmatis, artinya cocok dan mudah dipahami oleh masyarakat urban,
misalnya salat tarawih delapan rakaat, dan sebagainya yang kadang
menimbulkan masalah baru dan tidak kalah pelik dan kompleks.
Dengan alasan ini kemudian para cendekiawan menyebut Muhammadiyah
sebagai gerakan tajdid (pembaharu), modernis, dan sejenisnya (Benda,
1980:70). Jati diri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid ini semakin
diperkuat dengan jargon-jargonnya seperti ijtihad, tidak bermazhab,
kembali kepada al-Quran dan al-Hadits, dan sebagainya.
Pada periode awal kebangkitan, Muhammadiyah telah berhasil
menjalankan misinya. Banyak data dan fakta yang diajukan untuk mendukung hal ini. Bahkan, dengan gerakan purifikasinya, Muhammadiyah sering dituduh oleh kelompok lain yang tidak sepaham sebagai gerakan "kaum WAHABI Indonesia."
Muhammadiyah adalah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang
diridhoi Allah SWT, dalam usahanya untuk memurnikan pengamalan
ajaran Islam (purifikasi) dan sekaligus mengangkat kehidupan umat.
Muhammadiyah berani menerapkan sistem sekolah agama modern yang
menerapkan metode rasional dan lebih menekankan pada pemahaman dan
penalaran ketimbang hafalan. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem
pengajaran yang berkembang pada masa didirikannya organisasi ini
(Lapidus, 1989:76). Muhammadiyah sering dikatakan hanya melakukan
adopsi pendidikan Barat tanpa mengkaji "secara serius aspek filsafat
pendidikan yang mendasarinya." Padahal pendidikan Barat yang
diterapkan Belanda tidak dapat dipisahkan dari kegiatan misionaris
(Steenbrink, 1995:22-23), atau lebih mendasarkan pada nilai
pragmatis, artinya cocok dan mudah dipahami oleh masyarakat urban,
misalnya salat tarawih delapan rakaat, dan sebagainya yang kadang
menimbulkan masalah baru dan tidak kalah pelik dan kompleks.
Dengan alasan ini kemudian para cendekiawan menyebut Muhammadiyah
sebagai gerakan tajdid (pembaharu), modernis, dan sejenisnya (Benda,
1980:70). Jati diri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid ini semakin
diperkuat dengan jargon-jargonnya seperti ijtihad, tidak bermazhab,
kembali kepada al-Quran dan al-Hadits, dan sebagainya.
Pada periode awal kebangkitan, Muhammadiyah telah berhasil
menjalankan misinya. Banyak data dan fakta yang diajukan untuk mendukung hal ini. Bahkan, dengan gerakan purifikasinya, Muhammadiyah sering dituduh oleh kelompok lain yang tidak sepaham sebagai gerakan "kaum WAHABI Indonesia."
Dalam dinamika proses kelahirannya, Muhammadiyah merupakan gerakan
pembaharu atau tajdid, terlebih dari aspek purifikasinya. Setidaknya
dalam ukuran tertentu Muhammadiyah telah mengembangkan misi ganda.
Pertama, misi purifikasi, yaitu mengembalikan semua bentuk kehidupan
keagamaan pada contoh zaman Islam, dengan membentengi keyakinan
aqidah Islam serta berbagai bentuk ritual tertentu dari pengaruh
sesat. Kedua, dengan landasan universalitas ajaran Islam sesuai
dengan tantangan perkembangan kehidupan, terutama pada ajaran yang
berkaitan dengan nonibadah, seperti aktivitas yang bersumber dasar
ajaran Islam dan hanya memberikan prinsip-prinsip bersifat global.
Amal Usaha Muhammadiyah
pembaharu atau tajdid, terlebih dari aspek purifikasinya. Setidaknya
dalam ukuran tertentu Muhammadiyah telah mengembangkan misi ganda.
Pertama, misi purifikasi, yaitu mengembalikan semua bentuk kehidupan
keagamaan pada contoh zaman Islam, dengan membentengi keyakinan
aqidah Islam serta berbagai bentuk ritual tertentu dari pengaruh
sesat. Kedua, dengan landasan universalitas ajaran Islam sesuai
dengan tantangan perkembangan kehidupan, terutama pada ajaran yang
berkaitan dengan nonibadah, seperti aktivitas yang bersumber dasar
ajaran Islam dan hanya memberikan prinsip-prinsip bersifat global.
Amal Usaha Muhammadiyah
Usaha yang pertama melalui pendidikan, yaitu dengan mendirikan
sekolah Muhammadiyah. Selain itu juga menekankan pentingnya
pemurnian tauhid dan ibadah, seperti:
sekolah Muhammadiyah. Selain itu juga menekankan pentingnya
pemurnian tauhid dan ibadah, seperti:
Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (Jawa: tingkeban), yaitu
selamatan bagi orang yang hamil pertama kali memasuki bulan ke
tujuh. Kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat-istiadat Jawa
kuno, biasanya diadakan dengan membuat rujak dari kelapa muda yang
belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan
berbagai bahan lain, seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain.
Masing-masing daerah berbeda-beda cara dan macam upacara tujuh
bulanan ini, tetapi pada dasarnya berjiwa sama, yaitu dengan maksud
mendoakan bagi keselamatan calon bayi yang masih berada dalam
kandungan itu.
selamatan bagi orang yang hamil pertama kali memasuki bulan ke
tujuh. Kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat-istiadat Jawa
kuno, biasanya diadakan dengan membuat rujak dari kelapa muda yang
belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan
berbagai bahan lain, seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain.
Masing-masing daerah berbeda-beda cara dan macam upacara tujuh
bulanan ini, tetapi pada dasarnya berjiwa sama, yaitu dengan maksud
mendoakan bagi keselamatan calon bayi yang masih berada dalam
kandungan itu.
Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam
sendiri, seperti selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Qadir
Jaelani, Syekh Saman, dll yang dikenal dengan manakiban. Selain itu,
terdapat pula kebiasaan membaca Barzanji, yaitu suatu karya puisi
serta syair-syair yang mengandung banyak pujaan kepada Nabi Muhammad
saw. yang disalahartikan. Dalam acara-acara semacam ini,
Muhammadiyah menilai, ada kecenderungan yang kuat untuk
mengultusindividukan seornag wali atau nabi, sehingga hal itu
dikhawatirkan dapat merusak kemurnian tauhid. Selain itu, ada juga
acara yang disebut "khaul", atau yang lebih populer disebut khal,
yaitu memperingati hari dan tanggal kematian seseorang setiap tahun
sekali, dengan melakukan ziarah dan penghormatan secara besar-
besaran terhadap arwah orang-orang alim dengan upacara yang berlebih-
lebihan. Acara seperti ini oleh Muhammadiyah juga dipandang dapat
mengerohkan tauhid.
sendiri, seperti selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Qadir
Jaelani, Syekh Saman, dll yang dikenal dengan manakiban. Selain itu,
terdapat pula kebiasaan membaca Barzanji, yaitu suatu karya puisi
serta syair-syair yang mengandung banyak pujaan kepada Nabi Muhammad
saw. yang disalahartikan. Dalam acara-acara semacam ini,
Muhammadiyah menilai, ada kecenderungan yang kuat untuk
mengultusindividukan seornag wali atau nabi, sehingga hal itu
dikhawatirkan dapat merusak kemurnian tauhid. Selain itu, ada juga
acara yang disebut "khaul", atau yang lebih populer disebut khal,
yaitu memperingati hari dan tanggal kematian seseorang setiap tahun
sekali, dengan melakukan ziarah dan penghormatan secara besar-
besaran terhadap arwah orang-orang alim dengan upacara yang berlebih-
lebihan. Acara seperti ini oleh Muhammadiyah juga dipandang dapat
mengerohkan tauhid.
Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam zikir yang hanya khusus
dibaca
pada malam Jumat dan hari-hari tertentu adalah suatu bid'ah. Begia
ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu,
ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan.
Yang boleh adalah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya
kematian pada setiap makhluk Allah.
pada malam Jumat dan hari-hari tertentu adalah suatu bid'ah. Begia
ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu,
ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan.
Yang boleh adalah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya
kematian pada setiap makhluk Allah.
Mendoakan kepada orang yang masih hidup atau yang sudah mati dalam
Islam sangat dianjurkan. demikian juga berzikir dan membaca Alquran
juga sangat dianjurkan dalam Islam. Akan tetapi, jika di dalam
berzikir dan membaca Alquran itu diniatkan untuk mengirim pahala
kepada orang yang sudah mati, hal itu tidak berdasa pada ajaran
agama, oleh karena itu harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan
dan selawatan pada hari kematian ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-
1000 hari, hal itu merupakan bid'ah yang mesti ditinggalkan dari
perbuatan Islam. Selain itu, masih banyak lagi hal-hal yang ingin
diusahakan oleh Muhammadiyah dalam memurnikan tauhid.
Islam sangat dianjurkan. demikian juga berzikir dan membaca Alquran
juga sangat dianjurkan dalam Islam. Akan tetapi, jika di dalam
berzikir dan membaca Alquran itu diniatkan untuk mengirim pahala
kepada orang yang sudah mati, hal itu tidak berdasa pada ajaran
agama, oleh karena itu harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan
dan selawatan pada hari kematian ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-
1000 hari, hal itu merupakan bid'ah yang mesti ditinggalkan dari
perbuatan Islam. Selain itu, masih banyak lagi hal-hal yang ingin
diusahakan oleh Muhammadiyah dalam memurnikan tauhid.
Periode Kepemimpinan Muhammadiyah
-
K.H. Ahmad Dahlan
(1912--1923)
-
K.H. Ibrahim (1923--1932)
-
K.H. Hisyam (1932--1936)
-
K.H. Mas Mansur
(1936--1942)
-
Ki Bagus Hadikusumo
(1942--1953)
-
A.R. Sutan Mansyur
(1952--1959)
-
H.M. Yunus Anis
(1959--1968)
-
K.H. Ahmad Badawi
(1962--1968)
-
K.H. Fakih Usman/H.A.R.
Fakhrudin (1968--1971)
-
K.H. Abdur Razak
Fakhruddin (1971--1990)
-
K.H. A. Azhar Basyir, M.A.
(1990--1995)
-
Prof. Dr. H.M. Amien
Rais/Prof. Dr. H.A. Syafii Maarif (1995--
2000)
2000)
-
Prof. Dr. H.A. Syafii
Maarif (2000--2005)
Nasab KHA Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir
di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal
di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada
umur 54 tahun) adalah seorangPahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah
putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar
adalah seorang ulama dankhatib terkemuka
di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada
masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang
juga menjabat penghulu Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat pada
masa itu.
Latar belakang keluarga dan pendidikan
Nama kecil
KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat
dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik
bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang
terkemuka di antaraWalisongo,
yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.[1] Silsilahnya
tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana
'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang
Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH.
Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).[2]
Pada umur
15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima
tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika
pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan.
Pada
tahun 1903, ia bertolak kembali
ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru
kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari
pendiri NU, KH. Hasyim
Asyari. Pada tahun 1912,
ia mendirikan Muhammadiyah di
kampung Kauman,
Yogyakarta.
Sepulang
dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah,
sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan
Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak
yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti
Zaharah.[1] Disamping
itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la
juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan
juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu)
Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin
Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan dimakamkan di Karang Kajen, Yogyakarta.
Pengalaman organisasi
Disamping aktif
dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga
dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi
wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang
yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan
cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan
masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat
Islam dan Comite
Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun
mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan
Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam
cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak
umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal
Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi
bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian
Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari
keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan
hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru
yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah
meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta
bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan
bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam
di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah
khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula
orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan
cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua
rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia
Belanda untuk
mendapatkan badan hukum. Permohonan
itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81
tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh
bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul
kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya
dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari,Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah.
Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk
mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar
cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang,
Ahmadiyah[4] di Garut. Sedangkan di Solo
berdiri perkumpulan Sidiq Amanah
Tabligh Fathonah (SATF)
yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta
sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan
pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Perkumpulan-perkumpulan
dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya
ialah Ikhwanul
Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub,Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima
kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.[5]
Dahlan juga
bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur
pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang
merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak
ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.
Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke
berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan
kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin
lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di
seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda
pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang
demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan
juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan
pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan
dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali
dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering
(persidangan umum).
Pahlawan Nasional
Atas
jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia
melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagaiPahlawan Nasional dengan surat
Keputusan Presiden no.
657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1.
KH. Ahmad Dahlan
telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai
bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2.
Dengan
organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam
yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan
beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
3.
Dengan
organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan
yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran
Islam; dan
4.
Dengan
organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah
mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan
berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
Definisi Agama Islam
adalah agama
yang sesuai dengan fitrah manusia, baik dalam hal ‘aqidah, syari’at, ibadah,
muamalah dan lainnya. Allah Allah Azza wa Jalla menyuruh manusia untuk
menghadap dan masuk ke agama fitrah. Allah Allah Azza wa Jalla berfirman.
““Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah
Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Tidaklah seorang bayi dilahirkan kecuali dalam keadaan
fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang men-jadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi”. Tidak mungkin, Allah Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan
manusia, kemudian Allah Allah Azza wa Jalla memberikan beban kepada
hamba-hamba-Nya apa yang mereka tidak sanggup lakukan.
Islam (bahasa
Arab, al-isl?m) “berserah diri kepada Tuhan”) adalah agama yang mengimani satu
Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama yang dipercaya
oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan
agama Ibrahim. Dengan lebih dari satu seperempat milyar orang pengikut di
seluruh dunia [1][2], menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua
di dunia. Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim,
adapun lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi
perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada
manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan
sungguh-sungguh bahwa Nabi Muhammad SAW.
adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
Umat Muslim percaya
bahwa All?h menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui
para nabi dan rasul utusan-Nya, seperti Nabi Adam as., Nuh
as., Ibrahim as., Musa as., Isa as.,
dan nabi lainnya (untuk lebih lanjutnya,
silakan baca artikel mengenai Para nabi dan rasul
dalam Islam) yang diakhiri oleh Nabi Muhammad SAW.
sebagai nabi dan rasul utusan Allah terakhir sepanjang masa (khataman-nabiyyin).
Umat Islam juga meyakini Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman
hidup mereka yang disampaikan oleh Allah
kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril yang
sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (QS Al-Baqarah:2). Allah juga telah
berjanji akan menjaga keotentikan
Al-Quran hingga akhir zaman dalam suatu ayat.
Umat Islam juga percaya bahwa Islam adalah agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Nabi Adam as., dengan demikian tentu saja Nabi Ibrahim as. juga menganut Islam (QS Al-Baqarah:130-132) 2:130. Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam Al-Qur’an, penganut Yahudi dan Kristen sering disebut sebagai Ahli Kitab atau Ahlul Kitab.
Umat Islam juga percaya bahwa Islam adalah agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Nabi Adam as., dengan demikian tentu saja Nabi Ibrahim as. juga menganut Islam (QS Al-Baqarah:130-132) 2:130. Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam Al-Qur’an, penganut Yahudi dan Kristen sering disebut sebagai Ahli Kitab atau Ahlul Kitab.
Apabila orang sudah memasuki
agama islam maka mereka wajib mematuhi Rukun Islam yaitu:
1.
Mengucap dua
kalimah syahadat dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak ditaati dan disembah
dengan benar kecuali Allah saja dan meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW
adalah hamba dan rasul Allah.
2.
Mendirikan
shalat lima kali sehari.
3.
Membayar zakat.
4.
Berpuasa pada
bulan Ramadhan.
5.
Menunaikan
ibadah haji bagi mereka yang mampu.
6.
Serta
orang islam harus mempercayai rukun iman yang terdiri dari enam perkara
yaitu:
-
Iman
kepada Allah Iman kepada malaikat Allah
-
Iman
kepada kitab-kitab Allah (Al Qur’an, Injil, Taurat, Zabur,
lembaran Ibrahim)
-
Iman
kepada nabi dan rasul Allah
-
Iman
kepada hari kiamat
-
Iman
kepada qada dan qadar
MATAN KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH
Matan Keyakinan dan
Cita-Cita Hidup Muhammadiyah
1.
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan
Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an
dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil,
makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia
sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2.
Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam
adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW,
sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan
menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
3.
Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam
berdasarkan:
a)
Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW;
b)
Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan
ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4.
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya
ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
a)
'Aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan
khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
b)
Akhlak Muhammadiyah bekerja untuk
tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran
Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
c)
Ibadah, Muhammadiyah bekerja untuk
tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan
perubahan dari manusia.
d) Muamalah
Duniawiyah, Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah
(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama
serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
5.
Muhammadiyah mengajak segenap lapisan
bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang
mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik
Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk
berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi
Allah SWT: "BALDATUN THAYYIBATUB WA ROBBUN GHOFUR" (Keputusan Tanwir
Tahun 1969 di Ponorogo)
6.
Catatan:
Rumusan Matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah:
Rumusan Matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah:
-
Atas kuasa Tanwir tahun 1970 di
Yogyakarta;
-
Disesuaikan dengan Keputusan Muktamar
Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.
Definisi
Organisasi
Terdapat
beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu
sama lain, dan ada pula yang berbeda.[1] Organisasi
pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul,
bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin
dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode,lingkungan),
sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan organisasi.[1]
Menurut
para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut.
§ Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola
hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan
mengejar tujuan bersama [2].
§ James D. Mooney mengemukakan
bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan
bersama [3].
§ Chester I. Bernard berpendapat
bahwa organisasi adalah merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih[4].
§ Stephen P. Robbins menyatakan
bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan
secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang
bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan
bersama atau sekelompok tujuan. [5].
Sebuah
organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti
penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan
perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadapmasyarakat.[1] Organisasi
yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh
masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan
sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga
menekan angka pengangguran [1]
Orang-orang
yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus
menerus.[1] Rasa
keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan seumur hidup.[1] Akan
tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam
keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang
dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur.
STRUKTUR ORGANISASI MUHAMADIYAH
Di
awal pekembangan Muhammadiyah, struktur kepemimpinan dan pembagian daerah masih
sangat sederhana. Hierarkinya pendek, dan lebih mengedepankan
dinamikaorganisasi, amal usaha, kemudahan komunikasi, dan koordinasi. Awalnya
hanya terdiri dariranting dan cabang. Ranting adalah level yang paling bawah
dan menjadi wadah bagianggota. Di atasnya terdapat cabang yang langsung
berhubungan dengan Pengurus Besar diYogyakarta(H oofdes tuur ).
Pada
1930-an barulah dirasakan perlunya pengelolaan dan koordinasi yang lebih baikdi
cabang-cabang maupun di ranting-ranting. Berdasarkan keputusan Kongres
(sekarangMuktamar) ke-19 di Minangkabau pada 1930, Pengurus Besar (Pengurus
Pusat)Muhammadiyah mengangkat perwakilan di daerah-daerah dengan sebutan Konsul
PengurusBesar Muhammadiyah (Consul Hoofdestuur), atau yang biasa disebut
Konsul Daerah.Awalnya Jatim dibagi menjadi 5 daerah, yaitu Surabaya, Madiun,
Madura, Besuki, danPasuruan, dan baru pada 1937 Daerah Kediri didirikan.
jaringan
struktur sebagaimana halnya dengan Muhammadiyah,kinimulai dari tingkat pusat,
tingkat propinsi, tingkat kabupaten, tingkat keca-matan, tingkat desa, dan
kelompok-kelompok atau jama'ah-jama'ah.
Tingkatan
Kepemimpinan
• DPP
(Dewan Pimpinan Pusat) berkedudukan di Ibukota Indonesia
• DPD
(Dewan Pimpinan Daerah) berkedudukan di Ibukota Provinsi
• PC
(Pimpinan Cabang) berkedudukan di Ibukota Kabupaten
• PK
(Pimpinan Komisariat) berkedudukan di Fakultas/Universitas
Selain itu,juga mempunyai lembaga pimpinan
yang dinamakan dengan KORKOM (koordinator komisariat) yang dibentuk di suatu
universitas yang mempunyai komisariat lebihdari 2. Tugasnya adalah untuk
mengkoodinir dan membantu kerja Pimpinan Cabang di suatuUniversitas.
KEHIDUPAN ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
A.
KEHIDUPAN
PRIBADI
Ø Dalam Aqidah
-
Setiap
warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip hidup dan kesadaran imani berupa
tauhid kepada Allah Subhanahu Wata'ala yang benar, ikhlas, dan penuh
ketundukkan sehingga terpancar sebagai lbad ar-rahman yang menjalani kehidupan
dengan benar-benar menjadi mukmin, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna.
-
Setiap
warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman dan tauhid sebagai sumber seluruh
kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu, dan
tetap menjauhi serta menolak syirk, takhayul, bid'ah, dan khurafat yang menodai
iman dan tauhid kepada Allah Subhanahu Wata'ala.
Ø Dalam Akhlaq
-
Setiap
warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam mempraktikkan
akhlaq mulia sehingga menjadi uswah hasanah yang diteladani oleh sesama berupa
sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
-
Setiap
warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus senantiasa
didasarkan kepada niat yang ikhlas dalam wujud amalamal shalih dan ihsan, serta
menjauhkan diri dari perilaku riya’, sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan
kemunkaran.
-
Setiap
warga Muhammadiyah dituntut untuk menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq
al-karimah) sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq yang
tercela (akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan dijauhi sesama.
Ø Dalam Ibadah
-
Setiap
warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa membersihkan jiwa/hati ke arah
terbentuknya pribadi yang mutaqqin dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan
diri dari jiwa/nafsu yang buruk sehingga terpancar kepribadian yang shalih yang
menghadirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
-
Setiap
warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdhah dengan sebaik-baiknya dan menghidup
suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai dengan tuntunan Rasulullah serta
menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih yang
tulus sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku yang terpuji.
Ø Dalam Mu’amalah Duniawiyah
-
Setiap
warga Muhammadiyah harus selalu menyadari dirinya sebagai abdi dan khalifah di
muka bumi sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara aktif dan
positif serta tidak menjauhkan diri dari pergumulan kehidupan dengan landasan
iman, Islam, dan ihsan dalam arti berakhlaq karimah.
-
Setiap
warga Muhammadiyah senantiasa berpikir secara burhani, bayani, dan irfani yang
mencerminkan cara berpikir yang Islami yang dapat membuahkan karya-karya
pemikiran maupun amaliah yang mencerminkan keterpaduan antara orientasi
habluminallah dan habluminannas serta maslahat bagi kehidupan umat manusia.
-
Setiap
warga Muhammadiyah harus mempunyai etos kerja Islami, seperti: kerja keras,
disiplin, tidak menyia-nyiakan waktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk
mencapai suatu tujuan.
B. Dalam organisasi
-
Amal
Usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari usaha-usaha dan media da’wah
Persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan, yakni menegakkan
dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud Masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Oleh karenanya semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah
harus mengarah kepada terlaksananya maksud dan tujuan Persyarikatan dan seluruh
pimpinan serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk melaksanakan misi utama
Muhammadiyah itu dengan sebaik-baiknya sebagai misi da'wah.
-
Amal
usaha Muhammadiyah adalah milik Persyarikatan dan Persyarikatan bertindak
sebagai Badan Hukum/Yayasan dari seluruh amal usaha itu, sehingga semua bentuk
kepemilikan Persyarikatan hendaknya dapat diinventarisasi dengan baik serta
dilindungi dengan bukti kepemilikan yang sah menurut hukum yang berlaku. Karena
itu, setiap pimpinan dan pengelola amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang
dan tingkatan berkewajiban menjadikan amal usaha dengan pengelolaannya secara
keseluruhan sebagai amanat umat yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan
dengan sebaik-baiknya.
-
Pimpinan
amal usaha Muhammadiyah diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan persyarikatan
dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian pimpinan amal usaha dalam mengelola
amal usahanya harus tunduk kepada kebijaksanaan Persyarikatan dan tidak
menjadikan amal usaha itu terkesan sebagai milik pribadi atau keluarga, yang
akan menjadi fitnah dalam kehidupan dan bertentangan dengan amanat.
-
Pimpinan
amal usaha Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah yang mempunyai keahlian
tertentu di bidang amal usaha tersebut, karena itu status keanggotaan dan
komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi sangat penting bagi pimpinan tersebut
agar yang bersangkutan memahami secara tepat tentang fungsi amal usaha tersebut
bagi Persyarikatan dan bukan semata-mata sebagai pencari nafkah yang tidak
peduli dengan tugas-tugas dan kepentingankepentingan Persyarikatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar