PENGERTIAN HUKUM
ACARA PERDATA
kata hukum acara perdata
dipergunakan sebagai terjemahan asli dari bahasa belanda "BURGERLIJKE PROSES RECHT" dan Prof. Sudigno memberikan
batasan yakni:
1.
Hukum acara perdata adalah
kumpulan aturan yakni yang mengatur bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum
perdata dengan perantara hukum.(Mertokusumo,1998:2)
2.
Hukum acara perdata adalah
peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan
hukum perdata materiil atau peraturan yang mengatur bagaimana cara mengajukan
suatu perkara perdata kemuka pengadilanperdata dan bagaimana cara hakim perdata
memberikan putusan.(Mertokusumo,1998:2)
3.
Hukum acara perdata adalah
rangkaian peraturan-peraturan yang membuat bagaimana orang harus bertindak
terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus
bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum
perdata. {Wirjono, 1982}
4.
Hukum Acara Perdata adalah
seperangkat norma hukum yang mengatur bagaimana caranya menegakkan hukum
perdata material,khususnya dalam hal terjadi pelanggaran hak atas subyek hukum
tertentu oleh subyek hukum yang lain melalui perantaraan hakim untuk mencegah
terjadinya perbuatan main hakim sendiri
SEJARAH
HUKUM ACARA PERDATA
Berawal pada tahun 1950 pada pasal
102 Undang-Undang Dasar sementara Republik
Indonesia menetukan antara lain, bahwa hukum acara perdata diatur dengan UU
dalam kitab-kitab hukum, kecuali jika perundang-undangan menganggap perlu untuk
mengatur beberapa hal dalam undang-undang tersendiri.
Indonesia menetukan antara lain, bahwa hukum acara perdata diatur dengan UU
dalam kitab-kitab hukum, kecuali jika perundang-undangan menganggap perlu untuk
mengatur beberapa hal dalam undang-undang tersendiri.
Berhubung dengan adanya
peraturan-peraturan peralihan berturut-turut tersebut diatas, maka untuk
mengetahui hukum acara perdata yang sekarang berlaku di Indonesia, orang harus
mulai meninjau keadaan dizaman belanda dan perubahan-perubahan yang diadakan
pada zaman-zaman yang berikut sampai sekarang.
1. Pada Masa
Belanda
Pada masa belanda ada " Raad Van Justitie"
dan "Residentiegerecht" sebagai hakim
sehari untuk orang-orang Eropa yang disamakan dengan mereka, sedang bagi orang Indonesia asli dan disamakan denga mereka "Lendraad"lah yang menjadi hakim sehari-hari
didampingi oleh beberapa badan-badan untuk perkara-perkara kecil seperti pengadilan kabupaten, pengadilan distric dan lain-lain.
sehari untuk orang-orang Eropa yang disamakan dengan mereka, sedang bagi orang Indonesia asli dan disamakan denga mereka "Lendraad"lah yang menjadi hakim sehari-hari
didampingi oleh beberapa badan-badan untuk perkara-perkara kecil seperti pengadilan kabupaten, pengadilan distric dan lain-lain.
2. Pada Masa
Jepang
Lenyapnya Raad Van Justitie dan Residentiegerecht
sebagai hakim sehari-hari untuk orang
-orang Eropa dan yang disamakan dengan mereka dan di adakan satu macam
pengadilan sehari-hari untuk semua orang, yaitu pengadilan negri {Tihoo Hooin} sebagai
pelanjutan dari landraad dahulu.selama masa jepang hukum acara perdata yang berlaku adalah yang termuat dalam "Herziene Inlandesch Reglement" dan itu merupakan salah satunya.
-orang Eropa dan yang disamakan dengan mereka dan di adakan satu macam
pengadilan sehari-hari untuk semua orang, yaitu pengadilan negri {Tihoo Hooin} sebagai
pelanjutan dari landraad dahulu.selama masa jepang hukum acara perdata yang berlaku adalah yang termuat dalam "Herziene Inlandesch Reglement" dan itu merupakan salah satunya.
3.
Pada Masa Republuk Indonesia
Tiada perubahan perihal hukum acara perdata dan pada
masa jepang maka
tetaplah berlaku herziene inlandsch reglement {HIR}.
tetaplah berlaku herziene inlandsch reglement {HIR}.
Sumber di
ambil dari :
SUMBER HUKUM
ACARA PERDATA
Sumber-sumber Hukum Acara Perdata
A.
Sumber Hukum material yaitu
sumber hukum dalam arti bahan diciptakannya atau disusun suatu norma hukum.
B.
Sumber Hukum Formal yaitu
sumber hukum dalam arti dapat ditemukannya atau dapat digalinya satu norma
hukum sebagai satu dasar yuridis suatu peristiwa hukum atau suatu hubungan
hukum tertentu.
Sumber Hukum
Material
1.
Sumber dalam arti sumber filosofis;
2.
Sumber dalam arti sumber sosiologis;
3.
Sumber dalam arti sumber historis;
4.
Sumber dalam arti sumber yuridis.
Sumber Hukum
Formal
1.
Sumber Hukum Tertulis
a. HIR (S. 1884
no.16, S. 1941 no.44), RBg (S. 1927 no.227), RV (S. 1847 no.52, 1849 no. 63)
b. BW buku IV,
WvK dan Peraturan Kepailitan
c. UU no. 1
Tahun 1974 (LN 1) tentang perkawinan
d. Undang-undang
No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
e. Undang-undang
No.5 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah
Agung
f. Undang-undang
No.8 Tahun 2004 Perubahan atas undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Umum
g. Undang-undang
No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat
h. UU no. 23
tahun 1997 tentang Pengelolaan Hingkungan Hidup
i.
UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
j.
Undang-undang Khusus lainnya dan peraturan-peraturan
pelaksana lainnya dalam bidang peradilan
2.
Sumber Hukum Tidak Tertulis
a. Yurisprudensi
b. Doktrin dan
ilmu Pengetahuan
c. Kebiasaan
“Wirjono Prodhodikoro” (Mertokusumo;1998;9)
d. Perjanjian
Internasional
Sumber dari
:
Hukum acara
perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 7-9. Sumber-sumber hukum.
ASAS-ASAS
HUKUM ACARA PERDATA
Asas hukum
(rechtsbeginsel) adalah pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar belakang
dari peraturan hukum yang konkret (hukum positif). Prof. Dr. Satjipto Rahardjo,
S.H. mengatakan asas hukum adalah jiwanya peraturan hukum, karena ia merupakan
dasarlahirnya peraturan hukum,ialah ratio legisnya peraturan
A. Hakim
Bersifat Menunggu
1. Asas
ini berarti bahwa inisiatif berperkara di pengadilan ada pada pihak-pihak yang
berkepentingan dan bukan dilakukan oleh hakim (inde ne proeedat ex officio). Hakim hanya besikap menunggu
datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya. Akan adanya proses atau tidak,
ada tuntutan hak atau tidak diserahkan sepenuhnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Kalau sudah ada tuntutan yang menyelenggarakan proses adalah
Negara.
2. Hal
ini karena hukum acara perdata hanya mengatur cara-cara bagaimana para pihak
mempertahankan kepentingan pribadinya. Seorang hakim tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan bahwa
hukum tidak atau kurang jelas (Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004). Dalam
hal ini hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia novit). Apabila hukum
tertulis tidak ditemukan, maka hakim wajib menggali, mengikiti dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 ayat
(2) UU No. 4 tahun 2004)
B. Hakim
Bersikap Pasif
1. Maksud
hakim bersikap pasif adalah hakim tidak menentukan ruang lingkup atau luas
pokok sengketa yang diajukan kepadanya,tapi yang menentukan adalah para pihak
sendiri. Hakim tidak boleh menambah atau menguranginya. Hakim hanya membantu
para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan
untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal
5 ayat (2) UU No. 5 tahun 2004).
2. Hakim
harus mengadili seluruh bagian gugatan, tetapi hakim dilarang menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang
dituntut (Pasal 178 ayat 2,3 HIR/189 ayat 2, dan 3 Rbg).
3. Namun
bukan berarti hakim tidak berbuat apa-apa. Selaku pimpinan sidang hakim harus
aktif memimpin jalannya persidangan sehingga berjalan lancar. Hakimlah yang
menentukan pemanggilan, menetapkan hari persidangan serta memerintahkan supaya
alat bukti yang diperlukan disampaikan dalam persidangan. Hakim juga berwenang
memberikan nasihat, mengupayakan perdamaian, menunjukkan upaya-upaya hukum dan
memberikan keterangan kepada pihak-pihak yang berperkara (Pasal 132 HIR/156
Rbg). Karena itu sering dikatakan dalam sistem HIR adalah hakim aktif,
sedangkan dalam sistem Rv
4. Hakim
pasif. Karena Rv mewajibkan para pihak mewakilkan kepada orang lain (procureur) dalam beracara dimuka
pengadilan.
C. Sidang
Pengadilan Terbuka untuk Umum
1. Sidang
pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang
menentukan lain (Pasal 19 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004), sidang pengadilan
dapat dihadiri, didengar dan dilihat oleh siapapun kecuali oleh orang-orang
yang memang dilarang oleh undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini berakibat
putusan hakim menjadi batal demi hukum (Pasal 19 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004).
2. Dengan
demikian berarti bahwa setiap orang boleh hadir, mendengar dan menyaksikan
jalannya pemeriksaan perkara di pengadilan. Tujuan asas ini adalah untuk
menjamin pelaksanaan peradilan yang adil, tidak memihak dan obyektif serta
untuk malindungi hak asasi manusia dalam bidang peradila, sesuai dengan
peraturan hukum yang berlaku. Asas ini membuka ‘social control’ dari masyarakat, yakni dengan meletakkan peradilan
dibawah pengawasan umum.
3. Persidangan
dapat dilakukan secara tertutup seperti dalam kasus perceraian,
perzinahan,perkara yang berkaitan dengan ketertiban umum dan rahasia negara
serta pemeriksaan anak dibawah umur.
D. Mendengar
Kedua Belah Pihak (audi et alteram partem)
1. Menurut
hukum acara perdata, para pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, adil
dan tidak memihak untuk membela dan melindungi kepentingan yang bersangkutan.
2. Hakim
tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai sesuatu yang
benar, tanpa mendengar atau memberi kesempatan pihak lain untuk menyampaikan
pendapatnya. Demikian pula pengajuan alat bukti harus dilakukan dimuka siding
yang dihadiri kadua belah pihak (Pasal 121, 132 HIR/ 145, 157 Rbg).
E. Putusan
Hakim Harus Disertai Alasan (Motieviring Plicht)
Pasal
25 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 menegaskan bahwa semua putusan pengadilan harus
disertai alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Asas ini
dimaksudkan untuk menjaga supaya jangan sampai terjadi perbuatan
sewenang-wenang dari hakim. Putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup
dipertimbangkan (onvoeldoende gemotiverd) merupakan alasan untuk mengajukan
kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan. Karena ada alasan-alasan inilah
suatu putusan mempunyai wibawa, nilai ilmiah dan obyektif.
F. Beracara
Dikenakan Biaya
1. Pada
prinsipnya beracara perdata dimuka pengadilan dikenakan biaya (Pasal 4 ayat (2)
UU No. 4 tahun 2004). Biaya hanya bisa didaftarkan setelah dibayar panjar biaya
perkara oleh yang berkepentingan.
2. Biaya
perkara meliputi: biaya kapaniteraan, pemanggilan dan pemberitahuan kepada para
pihak, biaya materai serta biaya untuk pengacara apabila menggunakannya.
3. Bagi
orang yang tidak mampu,dapat mengajukan perkaranya secara cuma-Cuma (prodeo),
dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu yang dibuat Kepala Polisi atau
Camat setempat, sehinnga biaya perkara akan ditanggung oleh Negara.
G. Tidak
Ada Keharusan untuk Mewakilkan
1. Baik
dalam HIR maupun dalam Rbg tidak ada keharusan kepada para pihak untuk
mewakilkan pengurusan perkaranya kapada kuasa yang ahli hukum, sehingga
pemeriksaan dipersidangan dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang
berkepentingan. Tetapi para pihak juga dapat mewakilkan atau
2. menguasakan
kepada orang lain untuk beracara dimuka pengadilan sebagai kuasa hukumnya
(Pasal 123 HIR/147 Rbg).
H. Peradilan
Dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal 4 ayat (1)
UU No. 4 tahun 2004)
1. Maksudnya
adalah hakim harus selalu insyaf karena sumpah jabatannya, ia tidak hanya
bertanggung jawab kepada hukum, diri sendiri dan kepada masyarakat, tetapi
bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Setiap
putusan pengadilan harus mencantumkan klausa “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” agar putusan
tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk melaksanakan
putusan secara paksa, apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan
dengan sukarela
I. Peradilan
Dilakukan dengan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (Pasal 4 ayat (2) UU No.4
tahun 2004)
1. Sederhana
maksudnya acaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Makin
sedikit dan sederhana formalitas dalam beracara maka semakin baik. Sebaliknya
terlalu banyak formalitas atau peraturan akan sulit dipahami dan akan
menimbulkan beraneka ragam penafsiran sehingga kurang menjamin adanya kepastian
hukum.
2. Cepat
menunjuk jalannya peradilan yang cepat dan proses penyelesaiannya tidak
berlarut-larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli warisnya.
3. Biaya
ringan maksudnya biaya yang serendah mungkin sehingga dapat terjangkau oleh
masyarakat. Biaya perkara yang tinggi membuat orang enggan beracara di
pengadilan
Sumber di
ambil dari :
1.
Hanout Bpk
Suryadi,SH.,M.Hum
2.
Hukum acara
perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 2.Pengertian.
3.
Hukum acara
perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 7-9. Sumber-sumber hukum.
4.
Hukum acara
perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 10-11, Asas-asas hukum acara perdata
5.
Hukum acara
perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 12, hakim bersifat pasif
6.
Hukum acara
perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 14-18, siding terbuka untuk umum.
mendengar kedua belah pihak, putusan harus disertai alas an-alasan, beracara dikenakan
beaya, tidak ada keharusan mewakilkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar