PENGERTIAN
DAN FUNGSI HUKUM ACARA PERDATA
I.PENGERTIAN
DAN FUNGSI HUKUM ACARA PERDATA
A.Pengertian
dan Fungsi Hukum Acara Perdata
a.Hukum
Acara Perdata adalah Peraturan Hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya
menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan
hakim(Mertokusumo,1998:2)
b.Hukum
Acara Perdata adalah seperangkat norma hukum yang mengatur bagaimana caranya
menegakkan hukum perdata material,khususnya dalam hal terjadi pelanggaran hak
atas subyek hukum tertentu oleh subyek hukum yang lain melalui perantaraan
hakim untuk mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri
c.Hukum
Acara Perdata secara kongkrit hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana
caranya mengajukan tuntutan hak,memeriksa dan memutusnya serta pelaksanaan
daripada putusannya (Mertokusumo,1998:2)
B.Sumber-sumber
Hukum Acara Perdata
a.Sumber
Hukum material yaitu sumber hukum dalam arti bahan diciptakannya atau disusun
suatu norma hukum.
b.Sumber
Hukum Formal yaitu sumber hukum dalam arti dapat ditemukannya atau dapat
digalinya satu norma hukum sebagai satu dasar yuridis suatu peristiwa hukum
atau suatu hubungan hukum tertentu.
a)Sumber
Hukum Material
1)Sumber
dalam arti sumber filosofis;
2)Sumber
dalam arti sumber sosiologis;
3)Sumber
dalam arti sumber historis;
4)Sumber
dalam arti sumber yuridis.
b)Sumber
Hukum Formal
1)Sumber
Hukum Tertulis
1.HIR
(S. 1884 no.16, S. 1941 no.44), RBg (S. 1927 no.227), RV (S. 1847 no.52, 1849
no. 63)
2.BW
buku IV, WvK dan Peraturan Kepailitan
3.UU
no. 1 Tahun 1974 (LN 1) tentang perkawinan
4.Undang-undang
No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
5.Undang-undang
No.5 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah
Agung
6.Undang-undang
No.8 Tahun 2004 Perubahan atas undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Umum
7.Undang-undang
No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat
8.UU
no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Hingkungan Hidup
9.UU
no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
10.Undang-undang
Khusus lainnya dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya dalam bidang peradilan
2)Sumber
Hukum Tidak Tertulis
1.Yurisprudensi
2.Doktrin
dan ilmu Pengetahuan
3.Kebiasaan
“Wirjono Prodhodikoro” (Mertokusumo;1998;9)
4.Perjanjian
Internasional
1)Hukum
acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 2.Pengertian.
2)Hukum
acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 7-9. Sumber-sumber hukum.
II.ASAS-ASAS
HUKUM ACARA PERDATA
Asas
hukum (rechtsbeginsel) adalah pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi
latar belakang dari peraturan hukum yang konkret (hukum positif). Prof. Dr.
Satjipto Rahardjo, S.H. mengatakan asas hukum adalah jiwanya peraturan hukum,
karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum,ialah ratio legisnya
peraturan
A.Hakim
Bersifat Menunggu
a.Asas
ini berarti bahwa inisiatif berperkara di pengadilan ada pada pihak-pihak yang
berkepentingan dan bukan dilakukan oleh hakim (inde ne proeedat ex officio).
Hakim hanya besikap menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya.
Akan adanya proses atau tidak, ada tuntutan hak atau tidak diserahkan
sepenuhnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Kalau sudah ada tuntutan
yang menyelenggarakan proses adalah Negara.
b.Hal
ini karena hukum acara perdata hanya mengatur cara-cara bagaimana para pihak
mempertahankan kepentingan pribadinya. Seorang hakim tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan bahwa
hukum tidak atau kurang jelas (Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004). Dalam
hal ini hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia novit). Apabila hukum
tertulis tidak ditemukan, maka hakim wajib menggali, mengikiti dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 ayat
(2) UU No. 4 tahun 2004)
B.Hakim
Bersikap Pasif
a.Maksud
hakim bersikap pasif adalah hakim tidak menentukan ruang lingkup atau luas
pokok sengketa yang diajukan kepadanya,tapi yang menentukan adalah para pihak
sendiri. Hakim tidak boleh menambah atau menguranginya. Hakim hanya membantu
para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan
untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal
5 ayat (2) UU No. 5 tahun 2004).
b.Hakim
harus mengadili seluruh bagian gugatan, tetapi hakim dilarang menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang
dituntut (Pasal 178 ayat 2,3 HIR/189 ayat 2, dan 3 Rbg).
c.Namun
bukan berarti hakim tidak berbuat apa-apa. Selaku pimpinan sidang hakim harus
aktif memimpin jalannya persidangan sehingga berjalan lancar. Hakimlah yang
menentukan pemanggilan, menetapkan hari persidangan serta memerintahkan supaya
alat bukti yang diperlukan disampaikan dalam persidangan. Hakim juga berwenang
memberikan nasihat, mengupayakan perdamaian, menunjukkan upaya-upaya hukum dan
memberikan keterangan kepada pihak-pihak yang berperkara (Pasal 132 HIR/156
Rbg). Karena itu sering dikatakan dalam sistem HIR adalah hakim aktif,
sedangkan dalam sistem Rv
d.hakim
pasif. Karena Rv mewajibkan para pihak mewakilkan kepada orang lain (procureur)
dalam beracara dimuka pengadilan.
3)Hanout
Suryadi
4)Hukum
acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 10-11, Asas-asas hukum acara
perdata
5)Hukum
acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 12, hakim bersifat pasif
C.Sidang
Pengadilan Terbuka untuk Umum
a.Sidang
pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang
menentukan lain (Pasal 19 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004), sidang pengadilan
dapat dihadiri, didengar dan dilihat oleh siapapun kecuali oleh orang-orang
yang memang dilarang oleh undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini berakibat
putusan hakim menjadi batal demi hukum (Pasal 19 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004).
b.Dengan
demikian berarti bahwa setiap orang boleh hadir, mendengar dan menyaksikan
jalannya pemeriksaan perkara di pengadilan. Tujuan asas ini adalah untuk
menjamin pelaksanaan peradilan yang adil, tidak memihak dan obyektif serta
untuk malindungi hak asasi manusia dalam bidang peradila, sesuai dengan
peraturan hukum yang berlaku. Asas ini membuka ‘social control’ dari masyarakat,
yakni dengan meletakkan peradilan dibawah pengawasan umum.
c.Persidangan
dapat dilakukan secara tertutup seperti dalam kasus perceraian,
perzinahan,perkara yang berkaitan dengan ketertiban umum dan rahasia negara
serta pemeriksaan anak dibawah umur.
D.Mendengar
Kedua Belah Pihak (audi et alteram partem)
a.Menurut
hukum acara perdata, para pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, adil
dan tidak memihak untuk membela dan melindungi kepentingan yang bersangkutan.
b.Hakim
tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai sesuatu yang
benar, tanpa mendengar atau memberi kesempatan pihak lain untuk menyampaikan
pendapatnya. Demikian pula pengajuan alat bukti harus dilakukan dimuka siding
yang dihadiri kadua belah pihak (Pasal 121, 132 HIR/ 145, 157 Rbg).
E.Putusan
Hakim Harus Disertai Alasan (Motieviring Plicht)
Pasal
25 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 menegaskan bahwa semua putusan pengadilan harus
disertai alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Asas ini
dimaksudkan untuk menjaga supaya jangan sampai terjadi perbuatan
sewenang-wenang dari hakim. Putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup
dipertimbangkan (onvoeldoende gemotiverd) merupakan alasan untuk mengajukan
kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan. Karena ada alasan-alasan inilah
suatu putusan mempunyai wibawa, nilai ilmiah dan obyektif.
F.Beracara
Dikenakan Biaya
a.Pada
prinsipnya beracara perdata dimuka pengadilan dikenakan biaya (Pasal 4 ayat (2)
UU No. 4 tahun 2004). Biaya hanya bisa didaftarkan setelah dibayar panjar biaya
perkara oleh yang berkepentingan.
b.Biaya
perkara meliputi: biaya kapaniteraan, pemanggilan dan pemberitahuan kepada para
pihak, biaya materai serta biaya untuk pengacara apabila menggunakannya.
c.Bagi
orang yang tidak mampu,dapat mengajukan perkaranya secara cuma-Cuma (prodeo),
dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu yang dibuat Kepala Polisi atau
Camat setempat, sehinnga biaya perkara akan ditanggung oleh Negara.
G.Tidak
Ada Keharusan untuk Mewakilkan
a.Baik
dalam HIR maupun dalam Rbg tidak ada keharusan kepada para pihak untuk
mewakilkan pengurusan perkaranya kapada kuasa yang ahli hukum, sehingga
pemeriksaan dipersidangan dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang
berkepentingan. Tetapi para pihak juga dapat mewakilkan atau
b.menguasakan
kepada orang lain untuk beracara dimuka pengadilan sebagai kuasa hukumnya
(Pasal 123 HIR/147 Rbg).
7)Hukum
acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal 14-18, siding terbuka untuk
umum. mendengar kedua belah pihak, putusan harus disertai alas an-alasan,
beracara dikenakan beaya, tidak ada keharusan mewakilkan
H.Peradilan
Dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal 4 ayat (1)
UU No. 4 tahun 2004)
a.Maksudnya
adalah hakim harus selalu insyaf karena sumpah jabatannya, ia tidak hanya
bertanggung jawab kepada hukum, diri sendiri dan kepada masyarakat, tetapi
bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.Setiap
putusan pengadilan harus mencantumkan klausa “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” agar putusan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial,
yaitu kekuatan untuk melaksanakan putusan secara paksa, apabila pihak yang
dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela
I.Peradilan
Dilakukan dengan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (Pasal 4 ayat (2) UU No.4
tahun 2004)
a.Sederhana
maksudnya acaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Makin
sedikit dan sederhana formalitas dalam beracara maka semakin baik. Sebaliknya
terlalu banyak formalitas atau peraturan akan sulit dipahami dan akan menimbulkan
beraneka ragam penafsiran sehingga kurang menjamin adanya kepastian hukum.
b.Cepat
menunjuk jalannya peradilan yang cepat dan proses penyelesaiannya tidak
berlarut-larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli warisnya.
c.Biaya
ringan maksudnya biaya yang serendah mungkin sehingga dapat terjangkau oleh
masyarakat. Biaya perkara yang tinggi membuat orang enggan beracara di
pengadilan
9)Hukum
acara perdata Indonesia, Mertokusumo,1998, hal
III.KEKUASAAN
KEHAKIMAN
A.Kekuasaan
Kehakiman Yang Mandiri
a.mandiri
dalam tugas yudisial
b.mandiri
dalam bidang administrasi
c.mandiri
dalam bidang organisasi
d.mandiri
dalam bidang financial
B.Kekuasaan
kehakiman Yang Merdeka
a.Kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya
negara hukum Republik Indonesia ( Pasal 1 Undang-undang No.4 Tahun 2004 ) “
b.Kekuasaan
kehakiman yang merdeka mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas
dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial,kecuali dalam hal-hal
sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
(Penjelasan Pasal 1 UU No.4 / 2004)
c.Kebebasan
dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim
adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila,sehingga
putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia (penjelasan Pasal 1 UU
No.4 Tahun 2004 ) “ Bersiafat tidak Mutlak dan Dibatasi Oleh
a)Nilai-nilai
Norma Hukum;
b)Nilai-nilai
Keadilan;
c)Nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945
d.Segala
campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan
kehakiman dilarang,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 ( Pasal 4 ayat (3) UU No.4 Tahun
2004 )
Asas
Obyektifitas
a.
Asas ini terdapat dalam pasal 5 ayat (1) UU No.4 tahun 2004, yang menyebutkan:
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang.” Maksudnya
hakim dalam menerima, mengadili dan memutuskan setiap perkara harus berlaku
adil,obyektif dan tidak boleh memihak pada salah satu pihak. Kedua belah pihak
harus diperlakukan sama.
b.
Untuk menjamin asas ini, undang-undang menyediakan hak bagi pihak yang diadili
yang dinamakan “hak ingkar (recusatie atau wraking).” Yaitu hak seorang yang
diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang
hakim yang mengadili perkaranya. yang terdapat dalam pasal 29 ayat (2) UU No. 4
tahun 2004.
a)
Dasar alasan hak ingkar:
Dasar
pengajuan hak ingkar (pasal 29 ayat (3,4,5) UU No. 4 tahun 2004, pasal 374 ayat
(1) HIR)
1)Apabila
seorang hakim terikat hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau
semenda
antara seorang hakim dan ketua, jaksa, penasehat hukum, atau panitera dalam
suatu perkara tertentu atau hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga
atau semenda dengan yang diadili.
2)Apabila
perkara yang diperiksa oleh hakim atau panitera terkait dengan kepentingannya
sendiri secara langsung maupun tidak langsung.
Sebaliknya
berdasarkan alasan-alasan yang sama pula hakim wajib mengundurkan diri dari
pemeriksaan perkara yang bersangkutan atas permintaan sendiri maupun atas
permintaan pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 29 ayat (3) UU No. 4 tahun
2004, 374 HIR, 702 ayat 2 Rbg: excusatie, verschoningsrecht).
Susunan
Persidangan dalam Bentuk Majelis
a.Pasal
17 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 menyatakan bahwa: “Semua pengadilan memeriksa
dan memutus dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim, kecuali apabila
undang-undang menentukan lain.” Asas hakim majelis ini dimaksudkan untuk
menjamin pemeriksaan yang seobyektif mungkin, guna memberikan perlindungan
terhadap hak asasi manusia dalam bidang perdilan.
b.Meskipun
asasnya adalah hakim majelis, namun didalam praktiknya masih banyak
perkara-perkara perdata, baik declaratoir maupun contradictoir dan juga
perkara-perkara pidana baik summier maupun pidana biasa diperiksa dengan hakim
tunggal yang sifatnya juga sah.
Pemeriksaan
dalam Dua Tingkat
a.Pemeriksaan
dalam dua tingkat, yaitu: peradilan dalam tingkat pertama (original
yurisdiction) dan peradilan dalam tingkat banding (apellate jurisdiction).
b.Peradilan
banding disebut peradilan tingkat kedua karena cara pemeriksaannya sama seperti
pengadilan ditingkat pertama. Pemeriksaan tingkat banding merupakan pemeriksaan
dalam tingkat kedua dan terakhir, karena banding merupakan pemeriksaan terakhir
dari segi peristiwa maupun hukumnya yang mengulangi pemeriksaan secara
keseluruhan.
c.Kasasi
bukanlah pemeriksaan tingkat ketiga, karena kasasi hanya memeriksa perkara dari
segi penerapan hukumnya saja dan tidak lagi memeriksa
d.tentang
fakta atau peristiwanya. Karena alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar dalam
pengajuan kasasi, hanyalah didasarkan pada alasan-alasan hukumnya saja.
e.Yang
Dicari Kebenaran Formil
Dalam
perkara perdata yang ingin dicari hakim adalah kebenaran formil, yaitu
kebenaran yang hanya didasarkan atas bukti-bukti yang secara yuridis formil
dapat diajukan para pihak dalam sidang pengadilan. Hakim dalam perkara perdata
sifatnya pasif, yaitu hanya sekedar menerima, meninjau, dan menilai bahan-bahan
yang disampaikan oleh pihak-pihak yang berperkara dan kemudian mengambil
keputusan atas dasar penilaian terhadap bahan-bahan yang diajukan itu. Jadi
kebenaran yang diperoleh hanya didasarkan pada formalitas hukum semata.
C.Badan
Peradilan Negara
Semua
peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara
dan ditetapkan dengan Undang-undang{ Pasal 3 ayat (1) UU No.4 / 2004}”
a.Penyelenggaraan
Kekuasaan Kehakiman
Penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 2 Jo Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU
No 4 Tahun 2004) “
b.Organisasi,administrasi,dan
financial
a)Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan
Mahkamah agung (Pasal 13 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004)
b)Mahkamah
Konstitusi berada di bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi ( Pasa
13 ayat (2) UU No.4 Tahun 2004)
c.Skema
Kekuasaan Kehakiman
D.Lingkungan
Peradilan
Pada
umumnya dikenal pembagian peradilan yaitu
a.Peradilan
umum
Adalah
peradilan bagi rakyat pada umumnya,baik dalam perkara perdata maupun perkara
pidana
b.Peradilan
khusus
Adalah
mengadili perkara atau golonagn tertentu
a)Pengadilan
Khusus hanya dapat di bentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagimana
dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang-undang (Pasal 15 ayat (1) UU
No. 4 Tahun 2004 )
b)Pengadilan
khusus,antara lain,adalah pengadilan anak,pengadilan niaga,pengadilan hak asasi
manusia,pengadilan tindak pidana korupsi,pengadilan hubungan industrial yang
berada di lingkungan peradilan umum dan perdilan pajak di lingkungan peradilan
tata usaha negara( penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 / 2004
c.Dalam
pasal 10 UU No. 4 tahun 2004 menetukan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan khusus, yaitu terdiri
dari
a)Peradilan
umum
b)Peradilan
agama
c)Peradilan
militer
d)Peradilan
tata usaha Negara
d.Disamping
empat lingkungan peradilan yang diatur dalam UU no. 4 tahun 2004 masih dikenal
peradilan lain yaitu:
a)Peradilan
perburuhan dilaksanakan oeh P4D dan P4P. Dasar hukum UU no. 22 tahun 1957,
b)Peradilan
perumahan dasar hukuna dimuat dalam PP no.49 tahun 1993 dan disempurnakan
dengan PP no. 55 tahun 1981 diselenggarakan oleh Kantor Urusan Perumahan
tentang sewa-menyewa,
c)Peradilan
pelayaran diselengarakan oleh Mahkamah Pelayaran, adapun dasar hukumnya adalah
S. 1914 no. 226 tentang Tubrukan Kapal di Perairan Pedalaman, S. 1934 no. 215
tentang Ordinasi Mahkamah Pelayaran
e.Peradilan
syariah Islam
a)Peradilan
syariah Islam di Propinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus
dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangnan
peradilan agama dan merupakan penagdilan khusus dalam lingkungan peradilan umum
sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan pengadilan umum (Pasal 15 ayat
(2) UU No.4 / 2004 )
b)Pengadilan
syariah Islam
Terdiri
atas Mahkamah Syariah untuk tingkat pertama dan Mahkamah syariah Propinsi untuk
tingkat banding ( Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 ) “
E.Kompetensi
Lembaga Peradilan
a.Kompetensi
/ kewenangan absulut
a)Adalah
merupakan Kewenangan lembaga peradilan dalam menerima, memeriksa dan mengadili
serta memutus suatu perkara tertentu berdasarkan atribusi kekuasaan kehakiman
yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain,baik dalam
lingkungan badan peradilan yang sama,maupun dalam lingkungan peradilan yang
berbeda.
b)Kopetensi
absulut terkait dengan pertanyaan peradilan apakah yang mempunyai kopetensi
atau kewenangan untuk memeriksa suatu jenis perkara tertentu. Apakah peradilan
umum,peradilan agama,atau peradilan lainnya
b.Kopetensi
Absolut Lingkungan Peradilan Umum
a)Kompetensi
Absolut Pengadilan Negeri
1)keperdataan
pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU No. 8 /2004)
2)Menerima,memeriksa,mengadili
dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU
No.8 /2004 )
3)Menerima,memeriksa,mengadili
dan memutus pada tingkat pertama perkara koneksitas.
4)Menerima,memeriksa,mengadili
dan memutus semua perkara atau sengketa
5)Perkara
Koneksitas
Tindak
pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan
peradilan umum dan lingkungan peradilan militer,diperiksa dan diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,kecuali dalam keadaan tertentu
menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili
oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer “ ( Pasal 24 UU No. 4 / 2004
b)Kompetensi
Absulut Pengadilan Tinggi
1)Menerima,memeriksa,mengadili
dan memutuskan perkara/sengketa perdata pada tingkat banding atas putusan
pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No.2 /1986 Jo UU No 8 /2004 )
2)Menerima,memeriksa,mengadili
dan memutus perkara pidana pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat
pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No. 2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )
3)Menerima,memeriksa,mengadili
dan memutus ditingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara
pengadilan negeri di daerah hukumnya(menyangkut kopetensi relatif Pasal 51 Ayat
(2) UU No.2 / 1986 Jo UU No.8 /2004 )
4)Menerima,memeriksa
dan mengadili serta memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara /sengketa
perdata secara prorogasi (Pasal 3 ayat (1),(2) UU Dar. 1 /1951 ,Pasal 128 (2)
RO dan Pasal 85 RBg
c)Kompetensi
Absulut Mahkamah Agung
1)mengadili
pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan di semua lingkubngan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
(Pasal 11 ayat (2) huruf a UU No.4 /2004)
2)menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang (
Pasal 11 ayat ( 2) huruf b UU No. 4 / 2004 )
3)memeriksa,mengadili
dan memutus sengketa wewenang mengadili : a. antara pengadilan di lingkungan
peradilan yang satu dengan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang lain, b.
antara dua pengadilan yang ada dalam derah hukum pengadilan tingkat banding
yang berlainan dari lingkungan peradilan yang sama dan c. antara dua pengadilan
tingkat banding di lingkungan peradilan yang sama atau antara lingkungan
peradilan yang berlainan ( Pasal 33 ayat (1) UU No. 14 / 1985 )
4)Semua
sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal
perang RI diputus oleh MA dalam tingkat pertama dan terakhir ( Pasal 33 ayat
(2) UU No. 14 / 1985
5)Permohonan
peninjauan kembali atas putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
( Pasal 34 UU No.14 / 1985 ).
d)Kopetensi
absulut Mahkamah Konstitusi
Mahkamah
konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk: (Pasal 12 ayat (1) UU No.4 /2004 )
1)menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
2)memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ;
3)memutus
pembubaran partai politik;
4)memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
5)Wajib
memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan
/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya
atau perbuatan tercela,dan /atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan /atau wakil Presiden Pasal 12 ayat ( 2 ) UU No. 4 / 2004
e)Kompetensi
Relatif
Adalah
kewenangan lembaga peradilan dalam menerima, memeriksa, mengadili dan memutus
suatu perkara tertentu berdasarkan wilayah hukum suatu pengadilan berdasar
distribusi kekuasaan kehakiman. Kompetensi relative menyangkut pertanyaan ke
pengadilan negeri manakah suatu perkara harus diajukan ?
Kompetensi
Relative Ditemukan Pengaturannya dalam Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBg
1)Sebagai
asas ditentukan bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat yang wenang
untuk memeriksa gugatan atau tuntutan hak,asas ini disebut asas actor sequitur
forum rei ( Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg )
2)Apabila
tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal atau tempat tinggalnya
yang nyata tidak dikenal atau tergugat tidak dikenal,maka gugatan diajukan
kepada pengadilan negeri di tempat tergugat sebenarnya tinggal (Pasal 118 ayat
(1) HIR,142 ayat (1) RBg)
3)Dalam
hal ada domisili pilihan maka gugatan di ajukan kepada pengadilan negeri yang
wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau domisili pilihan tersebut ( Pasal
118 ayat (4) HIR,142 ayat (4) RBg) domisili /tempat tinggal pilihan harus
dibuat dengan akta oleh para pihak (Pasal 24 BW)
4)Dalam
hal pihak tergugatnya lebih dari seorang dan tempat tinggalnya tidak dalam satu
wilayah hukum pengadilan negeri ,maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan
negeri di tempat salah satu tergugat bertempat tinggal. Penggugat dapat memilih
salah satu pengadilan di wilayah hukum para tergugat bertempat tinggal (Pasal
118 ayat (2) HIR,Pasal 142 ayat (3) RBg )
5)Dalam
hal tergugatnya terdiri orang-orang yang berhutang (debitur) dan
penanggung,maka gugatan diajukan kepada pengadilan negeri yang meliputi wilayah
hukum tempat tinggal si berhutang atau debitur (Pasal 118 ayat (2) HIR,142
ayat(2) RBg )
6)Dalam
hal obyek gugatan adalah benda tetap maka gugatan diajukan ke pengadilan negeri
yang wilayah hukumnya meliputi letak benda tetap tersebut -asas forum rei sitae
( Pasal 118 ayat (3) HIR,Pasal 142 ayat (5) RBg
7)Dalam
hal tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal maupun tempat tinggal
yang nyata atau apabila tergugat tidak dikenal,gugatan dapat diajukan kepada
pengadilan negeri di tempat penggugat tinggal ( Pasal 118 ayat(3) HIR, 142 ayat
(3) RBg) bentuk penyimpangan atas asas actor sequitur forum rei.
8)Terhadap
kompetensi relatif apabila tidak ada eksepsi maka pengadilan tetap mempunyai
kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara yang telah diajukan oleh
penggugat. Ketidak wenangan pengadilan dengan alasan melanggar kompetensi
relatif harus berdasarkan adanya eksepsi dari salah satu pihak yang bersengketa
(pihak tergugat). Sedangkan menyengkut kompetensi absulut ada atau tidak
eksepsi hakim harus menyatakan dirinya tidak wenang
http://arno13.blogspot.com/2009/11/pengertian-dan-fungsi-hukum-acara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar